Selasa, 12 November 2019

Tugas ke-3 Ilmu Budaya Dasar (Upacara Adat)


UPACARA ADAT


OLEH :
NABILA AULIA PRATIWI (14519556)
1PA10
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA








Dengan Menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan lagi maha penyayang, saya panjatkan dengan rasa puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang sudah memberikan atas rahmat nya dan serta hidayah dan inayah nya kepada diri saya pribadi, sehingga diri saya bisa menyelesaikan karya ilmiah ini.
Makalah yang saya buat ini, secara lengkap dan dikerjakan dengan maksimal. Salah satunya bisa mendapatkan bantuan dari berbagai macam pihak sehingga bisa memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu saya disini hanya bisa menyampaikan dengan ucapan terima kasih untuk berbagai macam pihak yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua ini, saya juga bisa menyadari dengan keseluruhan bahwa saya juga masih ada kekurangan dari segi susunan kalimat tersebut atau dari tata bahasanya.
Untuk itu dengan tangan yang sudah terbuka saya siap menerima semua segala saran atau kritik dari pembaca agar saya dapat mengasih dalam makalah yang bisa lebih baik.
Dengan akhir kata ini saya juga berharap mudah-mudahan dengan makalah ini bisa memberikan untuk kita semua dari sisi manfaat atau pengetahuan yang luas kepada yang membaca.


Depok,  08 November 2019

Penyusun









JUDUL...................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 4
A)    Latar Belakang.................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 5
1)         Upcara Adat Sekaten.................................................................................... 5
2)         Proses Upacara Adat Sakaten........................................................................ 7
3)         Makna Upacara Adat Sekaten....................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12





 

PENDAHULUAN




Indonesia merupakan negara multikultural, yang terdiri dari berbaagai suku yang mana masing-masing suku memiliki tradisi kebudayaan yang unik yang memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Menurut bahasa, tradisi adalah adat-istiadat turun-temurun yang masih dijalankan di dalam masyarakat sampai sekarang.
Suku Jawa adalah salah satu suku yang dominan di Indonesia, yang kebanyakan mendiami provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Suku Jawa memiliki banyak tradisi dan kebudayaan yang beragam di setiap daerah. Salah satu warisan kebudayaan suku Jawa di daerah Solo dan Yogya adalah upacara Sekaten.
Sekaten merupakan upacara kerajaan yang bertujuan memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW. Mengapa sekaten dilaksanakan di kota Solo dan Yogya? Itu semua tak lepas dari taktik devide et impera yang dilakukan Belanda untuk memecah belah kerajaan Mataram Islam melalui perjanjian Giyanti.
Dulunya sekaten merupakan cara Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi sekarang, selain untuk mempertahankan kebudayaan Jawa, Sekaten diselenggarakan bertujuan untuk memenuhi sektor ekonomi dan pariwisata di area Kota Solo dan Yogya.
Upacara Sekaten di Solo dimulai dengan dikeluarkannya sepasang gamelan Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari dan diakhiri dengan Gunungan (Grebeg Maulud).










PEMBAHASAN





Upacara Sekaten adalah sebuah upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW. Tujuan lain dari penyelenggaraan upacara ini adalah untuk sarana penyebaran agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai asal mula nama Sekaten, yaitu:
·           Kata sekaten berasal dari kata sekati, yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
·           Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.
·           Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten berasal dari kata syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang diucapkan ketika seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa pada jaman dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama Islam.


Bentuk-bentuk ritus yang ditampilkan dalam acara sekaten adalah sebagai berikut.
1.        Persiapan fisik dan non fisik petugas upacara.
2.   Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati yang terdiri dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari persemayamannya.
3.      Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Sekati, di dalam Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag barat dan timur.
4.      Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan pada saat pemukulan gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk para pemukul gamelan.
5.        Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari kraton ke Masjid Besar.
6.        Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di Masjid Besar.
7.      Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar untuk mengikuti upacara peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad SAW.
8.      Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan untuk para pemukul gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
9.        Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan di antara saka guru (tiang utama) Masjid Besar.
10.    Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.
11.  Penyematan bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga kanan Sri Sultan pada saat pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (semacam bacaan berjanji).
12.    Kembalinya Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton.
13.  Kembalinya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid Besar ke persemayamannya di dalam kraton.




2)              Proses Upacara Adat Sakaten
Urutan atau tata cara ritual dalam penyelenggaraan upacara Sekaten terdiri dari 5 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan, tahap gamelan sekaten dipindahkan ke halaman masjid besar, tahap Sri Sultan hadir di Masjid Besar, dan tahap kondur gongsa. Seluruh tahapan ini berlangsung selama tujuh hari.
1.        Tahap Persiapan
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Ada 2 jenis persiapan, yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik. Persiapan fisik berwujud benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara, sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan perbuatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan upacara.
Untuk persiapan non fisik, para abdi dalem yang akan terlibat dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama mental mereka untuk mengemban tugas yang dianggap sakral tersebut. Para abdi dalem yang bertugas menabuh gamelan sekaten harus menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka kraton, sehingga dalam memperlakukannya harus dengan penghormatan yang khusus.
Untuk persiapan yang berwujud fisik, benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam penyelenggaraan upacara adalah sebagai berikut.
·           Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka bernama Kanjeng Kyai Sekati.
·           Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending khusus yang tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon, lagu-lagu tersebut merupakan ciptaan Walisanga pada jaman Kerajaan Demak. Lagu-lagu tersebut adalah Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet nem, Muru putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, Srundheng Gosong pelog pathet barang.
·           Sejumlah kepingan uang logam untuk disebarkan dalam upacara udhik-udhik.
·           Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW yang akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
·           Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya pada saat menghadiri pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW.
·           Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir khusus untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas menabuh gamelan.

2.        Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan
Tahap kedua adalah tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben, yaitu di tratag bagian timur dan tratag bagian barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditata di tratag bagian timur, sedangkan Kanjeng Kyai Nagawilaga ditata di tratag bagian barat.
Selepas waktu shalat Isya dan setelah semua persiapan selesai, para abdi dalem yang bertugas di Bangsal Ponconiti memberi laporan pada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten dibunyikan mulai dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Penabuhan gamelan dilakukan berselang-seling dari kanjeng Kyai Guntur Madu disusul Kanjeng Kyai Nagawilaga dengan urutan gending yang sudah ditentukan.
Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau utusannya diiringi para pangeran, kerabat, dan para bupati datang ke tempat gamelan dibunyikan untuk menyebarkan udhik-udhik. Menurut kepercayaan masyarakat, kepingan uang logam udhik-udhik dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya. Awalnya udhik-udhik disebarkan di Bangsal Ponconiti tratag timur, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag barat, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya disebarkan ke arah pengunjung.
Pada saat Sri Sultan atau utusannya menyebar udhik-udhik, para pemukul gamelan tidak berani mengambil, melainkan terus melanjutkan tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah gending yang dibunyikannya berakhir, barulah mereka berani memunguti udhik-udhik yang jatuh di dekatnya. Saat Sri Sultan atau yang mewakili datang mendekat, bunyi gamelan yang didekati dibuat lembut dengan dipukul tidak teerlalu keras, sampai sultan mendekati tempat tersebut. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati merupakan pertanda dimulainya upacara sekaten.


3.        Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid Besar
Tahap selanjutnya adalah tahap gamelan sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Besar. Pada pukul 23.00 WIB, bunyi gamelan sudah berhenti. Bersamaan dengan itu, datanglah para prajurit yang akan bertugas mengawal iring-iringan gamelan dari kraton menuju halaman Masjid Besar, serta para abdi dalem KHP Wahono Sarta Kriya yang akan bertugas mengusung gamelan.
Pada pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng Kyai Sekati dipindahkan dari kraton ke halaman Masjid Besar. Pemindahan gamelan dikawal oleh dua pasukan prajurit kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung. Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal kepolisian, diikuti para panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem sipat bupati keprajan utusan pemerintah Kota Yogyakarta, disambung abdi dalem prajurit ngurung-urung (melindungi di samping kiri dan kanan) jalannya iring-iringan gamelan, diikuti oleh orang-orang yang semula berkerumun di halaman Kemandhungan.
Di Masjid Besar, gamelan sekaten dibunyikan selama 7 hari 7 malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam Jumat hingga sehabis shalat Jumat. Setiap hari gamelan sekaten dibunyikan sebanyak tiga kali, yaitu pagi (pukul 08.00 – 11.00 WIB), siang (pukul 14.00 – 17.00 WIB), dan malam (pukul 20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah bergantian dari Kanjeng Kyai Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai Nagawilaga, dengan gending yang sama.



4.        Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam di Masjid Besar diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dan penyebaran udhik-udhik oleh sultan. Kehadiran sultan dari kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai kendaraan, diiringi oleh para pangeran dan kerabat. Di pintu gerbang Masjid Besar, sultan disambut Sri Paduka Paku Alam, Kanjeng Raden Pengulu, walikota Yogyakarta, dan para Abdi Dalem Sipat Bupati beserta para tamu undangan. Sesampainya di halaman Masjid Besar, sultan menuju ke Pagongan selatan untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian menuju ke Pagongan utara untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Selanjutnya sultan melanjutkan perjalanan menuju masjid.
Sesampainya di depan Mihrab, Sri Sultan dan Kyai Pengulu berdiri di depan pengimamam menghadap ke arah timur. Seorang abdi dalem punokawan kaji menyerahkan pada sultan sebuah bokor berisi udhik-udhik untuk disebar di antara saka guru Masjid Besar serta ke arah kerabat, para abdi dalem, beserta para hadirin. Setelah itu, sultan keluar dari masjid lalu duduk di serambi masjid dengan beralaskan kain putih.
Setelah semuanya siap, sultan mengucapkan salam, lalu memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk memulai membacakan riwayat Nabi Muhammad SAW. Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta para pengiringnya menerima persembahan bunga cempaka dari Kyai Pengulu. Pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW selesai kira-kira pukul 24.00 WIB. Bacaan diakhiri dengan doa oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan mengucapkan salam lalu kembali ke kraton.


5.        Tahap Kondur Gongso
Pada tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar, gamelan sekaten diboyong kembali ke kraton, yang disebut kondur gongso. Sesampainya di kraton, gamelan langsung disemayamkan di tempatnya semula. Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati kembali ke kraton, menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.



Mengenai makanan apa saja yang ada pada gunungan dan apa maknanya, makanan yang ada pada gunungan yaitu segala sayur-sayuran dan buah-buahan yang merupakan hasil bumi warga jogjakarta. Makna dari gununga tersebut yaitu sebagai wujud syukur pada Allah bahwa telah diberi hasil bumi yang melimpah. Wujud syukur tersebut diwujudkan dengan cara membagikan hasil bumi kepada masyarakat umum dengan cara berebut pada gunungan. kenapa berbebut? karena disana banyak sekali orang yang inggin mendapatkannya, maka dengan cara berebut supaya kebagian. banyak orang beranggapan bahwa dengan mendapatkan makanan dari gunungan akan mendapatkan berkah dari Allah. Percaya atau tidak tentang apa yang telah disampaikan di atas, saya kembalikan kepada diri masing-masing, karena setiap orang memiliki hak untuk menganut kepercayaan.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar