UPACARA ADAT
OLEH :
NABILA AULIA PRATIWI (14519556)
1PA10
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Dengan Menyebut nama Allah SWT
yang maha pengasih dan lagi maha penyayang, saya panjatkan dengan rasa puja dan
puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang sudah memberikan atas rahmat nya dan
serta hidayah dan inayah nya kepada diri saya pribadi, sehingga diri saya bisa
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Makalah yang saya buat ini, secara lengkap dan dikerjakan dengan
maksimal. Salah satunya bisa mendapatkan bantuan dari berbagai macam pihak
sehingga bisa memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu saya disini
hanya bisa menyampaikan dengan ucapan terima kasih untuk berbagai macam pihak
yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua ini, saya
juga bisa menyadari dengan keseluruhan bahwa saya juga masih ada kekurangan
dari segi susunan kalimat tersebut atau dari tata bahasanya.
Untuk itu dengan tangan yang
sudah terbuka saya siap menerima semua segala saran atau kritik dari pembaca
agar saya dapat mengasih dalam makalah yang bisa lebih baik.
Dengan akhir kata ini saya
juga berharap mudah-mudahan dengan makalah ini bisa memberikan untuk kita
semua dari sisi manfaat atau pengetahuan yang luas kepada yang membaca.
Depok, 08 November 2019
Penyusun
JUDUL.....................................................................................................................
KATA
PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................
A) Latar
Belakang.................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................
1) Upcara Adat Sekaten...................................................................................
2) Proses Upacara Adat Sakaten.......................................................................
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara multikultural, yang terdiri dari berbaagai suku yang mana
masing-masing suku memiliki tradisi kebudayaan yang unik yang memperkaya kebudayaan
bangsa Indonesia. Menurut bahasa, tradisi adalah adat-istiadat turun-temurun
yang masih dijalankan di dalam masyarakat sampai sekarang.
Suku
Jawa adalah salah satu suku yang dominan di Indonesia, yang kebanyakan mendiami
provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Suku Jawa memiliki
banyak tradisi dan kebudayaan yang beragam di setiap daerah. Salah satu warisan
kebudayaan suku Jawa di daerah Solo dan Yogya adalah upacara Sekaten.
Sekaten
merupakan upacara kerajaan yang bertujuan memperingati hari Maulud Nabi Muhammad
SAW. Mengapa sekaten dilaksanakan di kota Solo dan Yogya? Itu semua tak lepas
dari taktik devide et impera yang dilakukan Belanda untuk memecah belah
kerajaan Mataram Islam melalui perjanjian Giyanti.
Dulunya
sekaten merupakan cara Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi
sekarang, selain untuk mempertahankan kebudayaan Jawa, Sekaten diselenggarakan bertujuan
untuk memenuhi sektor ekonomi dan pariwisata di area Kota Solo dan Yogya.
Upacara
Sekaten di Solo dimulai dengan dikeluarkannya sepasang gamelan Kyai Gunturmadu dan
Kyai Guntursari dan diakhiri dengan Gunungan (Grebeg Maulud).
PEMBAHASAN
Upacara Sekaten adalah sebuah upacara
ritual di Kraton Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini
dilaksanakan selama tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore
hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten
diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW.
Tujuan lain dari penyelenggaraan upacara ini adalah untuk sarana penyebaran
agama Islam.
Ada beberapa pendapat
mengenai asal mula nama Sekaten, yaitu:
·
Kata sekaten berasal dari kata sekati,
yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama
Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran
Nabi Muhammad SAW.
·
Sekaten berasal dari kata suka dan ati
yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut
perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.
·
Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten
berasal dari kata syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang
diucapkan ketika seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari
bahwa pada jaman dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama
Islam.
Bentuk-bentuk
ritus yang ditampilkan dalam acara sekaten adalah sebagai berikut.
1.
Persiapan fisik dan non fisik petugas
upacara.
2. Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai
Sekati yang terdiri dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu dan
Kanjeng Kyai Nagawilaga dari persemayamannya.
3. Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai
Sekati, di dalam Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag barat
dan timur.
4. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan
pada saat pemukulan gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk para pemukul
gamelan.
5.
Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati
dari kraton ke Masjid Besar.
6.
Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di
Masjid Besar.
7. Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar
untuk mengikuti upacara peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad SAW.
8. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan
untuk para pemukul gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
9.
Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan
di antara saka guru (tiang utama) Masjid Besar.
10. Pembacaan
riwayat Nabi Muhammad SAW.
11. Penyematan
bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga kanan Sri Sultan pada saat pembacaan
riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (semacam bacaan berjanji).
12. Kembalinya
Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton.
13. Kembalinya
gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid Besar ke persemayamannya di dalam
kraton.
Urutan atau tata cara ritual dalam
penyelenggaraan upacara Sekaten terdiri dari 5 tahapan, yaitu tahap persiapan,
tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan, tahap gamelan sekaten dipindahkan ke
halaman masjid besar, tahap Sri Sultan hadir di Masjid Besar, dan tahap kondur
gongsa. Seluruh tahapan ini berlangsung selama tujuh hari.
1.
Tahap Persiapan
Tahap pertama adalah tahap persiapan.
Ada 2 jenis persiapan, yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik. Persiapan
fisik berwujud benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara, sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan
perbuatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan upacara.
Untuk persiapan non fisik, para abdi
dalem yang akan terlibat dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama
mental mereka untuk mengemban tugas yang dianggap sakral tersebut. Para abdi
dalem yang bertugas menabuh gamelan sekaten harus menyucikan diri dengan
berpuasa dan siram jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka
kraton, sehingga dalam memperlakukannya harus dengan penghormatan yang khusus.
Untuk persiapan yang berwujud fisik,
benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam
penyelenggaraan upacara adalah sebagai berikut.
·
Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka
bernama Kanjeng Kyai Sekati.
·
Perbendaharaan lagu-lagu atau
gending-gending khusus yang tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon,
lagu-lagu tersebut merupakan ciptaan Walisanga pada jaman Kerajaan Demak.
Lagu-lagu tersebut adalah Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung
pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng
pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem,
Dhindhang Sabinah pathet nem, Muru putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun
pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, Srundheng Gosong
pelog pathet barang.
·
Sejumlah kepingan uang logam untuk
disebarkan dalam upacara udhik-udhik.
·
Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW
yang akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
·
Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang
akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya pada
saat menghadiri pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW.
·
Busana seragam yang masih baru dan
sejumlah samir khusus untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas menabuh
gamelan.
2.
Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan
Tahap kedua adalah tahap gamelan sekaten
mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di
Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben, yaitu di
tratag bagian timur dan tratag bagian barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan
Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat
persemayamannya. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditata di tratag bagian timur,
sedangkan Kanjeng Kyai Nagawilaga ditata di tratag bagian barat.
Selepas waktu shalat Isya dan setelah
semua persiapan selesai, para abdi dalem yang bertugas di Bangsal Ponconiti
memberi laporan pada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada
perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, gamelan sekaten mulai
dibunyikan. Gamelan sekaten dibunyikan mulai dari pukul 19.00 WIB hingga pukul
23.00 WIB. Penabuhan gamelan dilakukan berselang-seling dari kanjeng Kyai
Guntur Madu disusul Kanjeng Kyai Nagawilaga dengan urutan gending yang sudah
ditentukan.
Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau
utusannya diiringi para pangeran, kerabat, dan para bupati datang ke tempat
gamelan dibunyikan untuk menyebarkan udhik-udhik. Menurut kepercayaan
masyarakat, kepingan uang logam udhik-udhik dapat membawa keberuntungan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya.
Awalnya udhik-udhik disebarkan di Bangsal Ponconiti tratag timur, ke arah para
penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag
barat, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya
disebarkan ke arah pengunjung.
Pada saat Sri Sultan atau utusannya
menyebar udhik-udhik, para pemukul gamelan tidak berani mengambil, melainkan
terus melanjutkan tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah gending yang
dibunyikannya berakhir, barulah mereka berani memunguti udhik-udhik yang jatuh
di dekatnya. Saat Sri Sultan atau yang mewakili datang mendekat, bunyi gamelan
yang didekati dibuat lembut dengan dipukul tidak teerlalu keras, sampai sultan
mendekati tempat tersebut. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai
Sekati merupakan pertanda dimulainya upacara sekaten.
3.
Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke
Halaman Masjid Besar
Tahap selanjutnya adalah tahap gamelan
sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Besar. Pada pukul 23.00 WIB, bunyi
gamelan sudah berhenti. Bersamaan dengan itu, datanglah para prajurit yang akan
bertugas mengawal iring-iringan gamelan dari kraton menuju halaman Masjid
Besar, serta para abdi dalem KHP Wahono Sarta Kriya yang akan bertugas
mengusung gamelan.
Pada pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng
Kyai Sekati dipindahkan dari kraton ke halaman Masjid Besar. Pemindahan gamelan
dikawal oleh dua pasukan prajurit kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan
Prajurit Ketanggung. Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal
kepolisian, diikuti para panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem sipat
bupati keprajan utusan pemerintah Kota Yogyakarta, disambung abdi dalem
prajurit ngurung-urung (melindungi di samping kiri dan kanan) jalannya
iring-iringan gamelan, diikuti oleh orang-orang yang semula berkerumun di
halaman Kemandhungan.
Di Masjid Besar, gamelan sekaten
dibunyikan selama 7 hari 7 malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam
Jumat hingga sehabis shalat Jumat. Setiap hari gamelan sekaten dibunyikan
sebanyak tiga kali, yaitu pagi (pukul 08.00 – 11.00 WIB), siang (pukul 14.00 –
17.00 WIB), dan malam (pukul 20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah
bergantian dari Kanjeng Kyai Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai Nagawilaga,
dengan gending yang sama.
4.
Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada malam ketujuh, tanggal 11
Rabiulawal malam di Masjid Besar diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi
Muhammad SAW dan penyebaran udhik-udhik oleh sultan. Kehadiran sultan dari
kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai kendaraan, diiringi oleh para
pangeran dan kerabat. Di pintu gerbang Masjid Besar, sultan disambut Sri Paduka
Paku Alam, Kanjeng Raden Pengulu, walikota Yogyakarta, dan para Abdi Dalem
Sipat Bupati beserta para tamu undangan. Sesampainya di halaman Masjid Besar,
sultan menuju ke Pagongan selatan untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh
gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian menuju ke Pagongan utara untuk
menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga.
Selanjutnya sultan melanjutkan perjalanan menuju masjid.
Sesampainya di depan Mihrab, Sri Sultan
dan Kyai Pengulu berdiri di depan pengimamam menghadap ke arah timur. Seorang
abdi dalem punokawan kaji menyerahkan pada sultan sebuah bokor berisi
udhik-udhik untuk disebar di antara saka guru Masjid Besar serta ke arah
kerabat, para abdi dalem, beserta para hadirin. Setelah itu, sultan keluar dari
masjid lalu duduk di serambi masjid dengan beralaskan kain putih.
Setelah semuanya siap, sultan
mengucapkan salam, lalu memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk
memulai membacakan riwayat Nabi Muhammad SAW. Pada saat pembacaan Mulud Nabi
Muhammad SAW sampai pada asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta
para pengiringnya menerima persembahan bunga cempaka dari Kyai Pengulu.
Pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW selesai kira-kira pukul 24.00 WIB.
Bacaan diakhiri dengan doa oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan
mengucapkan salam lalu kembali ke kraton.
5.
Tahap Kondur Gongso
Pada tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira
pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar, gamelan sekaten
diboyong kembali ke kraton, yang disebut kondur gongso. Sesampainya di kraton,
gamelan langsung disemayamkan di tempatnya semula. Dengan dipindahkannya
gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati kembali ke kraton, menandakan bahwa upacara
sekaten telah selesai.
Mengenai
makanan apa saja yang ada pada gunungan dan apa maknanya, makanan yang ada pada
gunungan yaitu segala sayur-sayuran dan buah-buahan yang merupakan hasil bumi
warga jogjakarta. Makna dari gununga tersebut yaitu sebagai wujud syukur pada
Allah bahwa telah diberi hasil bumi yang melimpah. Wujud syukur tersebut
diwujudkan dengan cara membagikan hasil bumi kepada masyarakat umum dengan cara
berebut pada gunungan. kenapa berbebut? karena disana banyak sekali orang yang
inggin mendapatkannya, maka dengan cara berebut supaya kebagian. banyak orang
beranggapan bahwa dengan mendapatkan makanan dari gunungan akan mendapatkan
berkah dari Allah. Percaya atau tidak tentang apa yang telah disampaikan di
atas, saya kembalikan kepada diri masing-masing, karena setiap orang memiliki
hak untuk menganut kepercayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar